Di dalamnya ada potensi perikanan tangkap, budidaya udang dan lobster, budidaya mutiara, budidaya rumput laut, dan tentu saja potensi pariwisata yang luas.
“Potensi bahari ini ke depan harus ada akselerasi. Bukan hanya mengundang minat invetasi, tetapi SDA yang ada harus didorong untuk dapat dikelola dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Tugas pemerintah ke depan itu memberikan dukungan, peningkatan SDM, dan bantuan yang diberikan dalam mensupport termasuk merubah mindset berpikir masyarakat pesisir untuk lebih kreatif,” katanya.
Gagasan cemerlang TGF itu cukup make sense. Sebab akan menjadi ironi jika di daerah yang kaya akan potensi SDA, namun jumlah penduduk miskin tak juga mampu terentaskan.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Lombok Timur mencatat, jumlah penduduk miskin di Lotim kembali meningkat.
Pada tahun 2021 jumlah penduduk miskin di Lotim sebanyak 190.840 jiwa atau 15,38 persen, kemudian menurun menjadi 189.640 jiwa atau 15,14 persen di tahun 2022, namun kembali meningkat di tahun 2023 menjadi 197 630 jiwa atau 15,63 persen.
Data yang sama menunjukan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Lombok Timur pada 2021 sebesar 2,88 poin, kemudian 2022 sebesar 2,58 poin, dan meningkat signifikan menjadi 3,57 poin di tahun 2023.
Sementara Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Lotim tercatat 0,88 poin di tahun 2021, 0,85 poin di tahun 2022, kemudian meningkat signifikan di tahun 2023 menjadi 1,16 poin.
Padahal jumlah APBD Lotim terus meningkat dari tahun ke tahun selaras dengan peningkatan jumlah penduduknya.
Data terakhir menyebutkan jumlah penduduk Lombok Timur hampir mencapai 1,4 juta jiwa. Sementara APBD Lotim tercatat meningkat dari sekitar Rp 2.8 Triliun di tahun 2023 menjadi Rp.3.4 Triliun di tahun 2024.