KH Hasyim Asy’ari dan Bung Karno Memiliki Nasab hingga Rasulullah, Rachmat Hidayat dan Kader PDIP Lanjutkan Ziarah ke Makam Pendiri NU dan Gus Dur

KH Hasyim Asy’ari yang merupakan pendiri NU, menjadi Rais Akbar organisasi Islam terbesar di Tanah Air itu hingga akhir hayatnya. Berkat jasanya yang begitu besar dalam pendidikan khususnya melalui NU, dan juga perannya dalam melawan penjajah Belanda, KH Hasyim ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada 17 November 1964. Sementara putranya, KH Wahid Hasyim, yang merupakan ayahanda Gus Dur, adalah anggota Badan Penyidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia dan juga anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. KH Wahid yang juga menjabat sebagai Menteri Agama pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada 17 November 1960.

Rachmat menegaskan, langkah dirinya membawa ratusan kader dan fungsionaris PDI Perjuangan berziarah ke makam Bung Karno kemudian dilanjutkan dengan ziarah ke Makam KH Hasyim Asy’ari dan KH Wahid Hasyim dan Gus Dur, untuk terus mengingatkan kader, bahwa tanpa jasa tokoh-tokoh dan pahlawan bangsa tersebut, Republik Indonesia mungkin tidak akan pernah berdiri. Karena itu, kader PDIP ditekankan untuk terus memiliki spirit kepahlawanan mereka, sehingga menjadi pribadi-pribadi yang tiada henti berkontribusi membangun negeri.

Kemarin, pada saat yang sama, kepada seluruh kader, Rachmat juga menceritakan bagaimana Bung Karno memiliki hubungan yang sungguh teramat dekat dengan KH Hasyim Asy’ari dan juga KH Wahid Hasyim.

Beberapa hari sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia, Bung Karno secara khusus sowan ke KH Hasyim. Ulama yang sangat dihormati di Tanah Air itu memberikan masukan kepada Bung Karno, sebaiknya proklamasi dilakukan pada hari Jumat pada bulan Ramadan. Hari Jumat adalah sayyidul ayyam, penghulunya hari, sedangkan Ramadan adalah sayyidus syuhur, penghulunya bulan. Sejarah kemudian mencatat, bersama Bung Karno yang didampingi Bung Hatta, atas nama Bangsa Indonesia, memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia pada Jumat, 9 Ramadan 1364 H, bertepatan dengan 17 Agustus 1945. Literatur-literatur utama pun mengungkapkan, Bung Karno dan ribuan mereka yang hadir pada proklamasi kemerdekaan itu, dalam keadaan berpuasa, mereka berdoa dengan menengadahkan tangan ke langit untuk keberkahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Selain itu, Bung Karno juga selalu berkorespondensi secara rutin dengan KH Hasyim. Bung Karno misalnya pernah bertanya dalam surat korespondensinya tentang apa hukumnya bagi kita semua untuk membela negara. KH Hasyim menuliskan jawabannya, bahwa hukumnya adalah fardu ain. Artinya, wajib bagi kita semua membela negara kita, wajib bagi kita merajut kemerdekaan, kebersamaan, dan kebangsaan kita.

Demikian halnya dengan KH Abdul Wahid Hasyim. Bung Karno dan ayahanda Gus Dur tersebut bahu membahu menyiapkan kemerdekaan Indonesia. Bung Karno adalah Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia di mana KH Wahid Hasyim adalah anggotanya. Pun setelah Indonesia merdeka, kedekatan Bung Karno dan KH Wahid pun tak pernah terputus. KH Wahid Hasyim merupakan Menteri Negara Urusan Agama pertama Republik Indonesia di masa Pemerintahan Presiden Soekarno.