“Era disrupsi ini tak bisa dihadapi dengan cara-cara konvensional,” tandas Rannya yang menjelaskan berbagai jenis pekerjaan yang mungkin akan tetap eksis dan pekerjaan di masa datang yang akan tergantikan oleh tren automasi dan digitalisasi.
Merujuk pada penelitian McKinsey Global Institute, diperkirakan pada tahun 2030, sedikitnya akan ada 375 juta jenis pekerjaan yang akan digantikan oleh mesin.
Rannya memastikan, dengan daya dukung kreativitas yang tinggi, usaha-usaha kecil dan menengah dan usaha-usaha yang bergerak di sektor pertanian akan tetap eksis, kendati tetap butuh penyesuaian dan adaptasi.
“Kita harus memanfaatkan segala kesempatan yang kita punya. Kita nggak boleh putus asa. Apapun background kita, semua kita harus tetap semangat. Kesuksesan bisa dimiliki semua orang,” tandas Rannya.
Dalam sesi tanya jawab, mengemuka pula sejumlah hal. Antara lain tentang bagaimana generasi muda bisa tetap menjaga jati diri di tengah perkembangan informasi dan teknologi yang sangat pesat saat ini.
Rannya menekankan pentingnya generasi muda NTB untuk berpikiran terbuka. Globalisasi bukanlah alasan untuk meninggalkan tradisi dan jati diri sebagai masyarakat Bumi Gora. Namun, sebaliknya, globalisasi harus menjadi alasan untuk mempertahankan jati diri dan tradisi budaya tersebut.
Dia memberi contoh bagaimana masyarakat di Bali tetap menjaga jati diri mereka, meski Bali adalah rumah kedua bagi jutaan wisatawan asing dari berbagai negara. Eksistensi tradisi dan jati diri masyarakat Bali justru telah menjadi kekuatan yang menjadi alasan wisatawan mancanegara untuk datang ke Pulau Dewata.
Sementara itu, Ali Al Khairy dalam kesempatan tersebut menyampaikan pentingnya bagi para siswa sekolah menengah dan generasi muda di NTB untuk terus meningkatkan kapasitas.