Opini  

Restorasi Falsafah Bima “Maja Labo Dahu”

(Penulis Oleh : Esha Wadahnia Nurfathonah)

Budaya diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. tanpa masyarakat, kemungkinannya sangat kecil untuk membentuk sebuah kebudayaan. Sebaliknya, tanpa kebudayaan tidak mungkin manusia baik individu maupun kelompok dapat mempertahankan hidunya. Ali Syariati dalam bukunya Ideologi Kaum Intelektual mengatakan bahwa setiap manusia membutuhkan sebuah kebudayaan karena kebudayaan akan mempengaruhi ideologi setiap orang terhadap lingkungan kehidupannya. Peradaban yang baik lahir dari kebudayaan yang baik pula.

Sistem nilai budaya merupakan bentuk pandangan hidup yang dianut oleh masyarakat dan telah dipilih secara selektif oleh individu-individu dan golongan masyarakat. Dengan artian bahwa budaya adalah pedoman atau norma-norma yang berlaku dalam tatanan sosial masyarakat.

Bima adalah salah satu daerah yang berada di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Terdapat beberapa suku di NTB, suku-suku ini terangkum dalam satu kata populer “SASAMBO”: Sasak, Samawa, dan Mbojo. Suku Sasak berada di pulau Lombok, dan dua suku lainnya, Samawa dan Mbojo di pulau Sumbawa. Bima sendiri merupakan sebuah kabupaten di pulau Sumbawa. Di sinilah suku Mbojo berada. Berdasarkan sejarah pada tahun 1621 dinyatakan lahir sebagai kerajaan Islam (Chambert Loir dan Salahuin, 2000). Suku mbojo memiliki falsafah hidup “Maja Labo Dahu”. Jika dikaji, falsafah ini memiliki nilai-nilai yang berdasarkan syariat Islam, selain itu dibuktikan pula dari bentuk pakaian adat “Rimpu”: pakaian menutup kepala dan seluruh tubuh, yang terlihat hanya mata atau wajahnya saja, sama halnya dengan pakaian yang di syariatkan islam yaitu Jilbab.

Loading

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
Lihat semua komentar