Opini  

Kehilanganmu Menoreh Luka

Entahlah, yang jelas, tentang kehilangan yang menjadi dominan di sini terpatri indah pada pribadiku, yakni “Kehilanganmu”. Aku teringat puisi sahabatku bernama Pujangga Asakota: /Kehilanganmu pedihku/sepiku adalah lukaku//. /Andai jejakmu menjauh/telah kusiapkan airmata untukmu/andai langkahmu terhenti/berpalinglah karena sejumput luka yang kau tinggalkan//. Iya, itulah yang kurasakan saat ini.

Sementara itu, pada sajak “Rindu”-nya  juga karya Pujangga Asakota, mendiskripsi suasana batin aku-lirik tentang kerinduannya terhadap dia-lirik. Dengan caranya yang khas, ia memposisikan dirinya sebagai penggelisah, perindu, sekaligus sebagai pencari yang ujung-ujungnya dihadapkan pada pernyataan berupa pertanyaan, “Mengapa cinta harus dinikmati kalau pada akhirnya dikhianati? Meskikah aku-lirik menunggu dan menunggu tanpa batas waktu, sementara dia-lirik berselingkuh di sana? Mungkinkah dia-lirik akan kembali merajut cinta agar bersama lagi? Dan seabrek pertanyaan lainnya.

Semakin aku cermati makna puisi tersebut semakin banyak pertanyaan yang dihadirkan justru membuat aku sedih dan gelisah. Kesedihan dan kegelisahan itu terlukis dalam bait pertama puisi Pujangga Asakota : /Pagi merayap beku/tubuh rapuhku menggeliat kedinginan/dalam asa sunyiku/saat kutunggu sejumput rinduku//. Dan meski tak kunjung ada jawaban, kisah-kasih di masa lalu terekam jelas dalam sanubari sehingga sesewaktu akan terngiang-ngiang di telingaku tentang anakku yang mudik belum waktunya. Perhatikan bait ke-4 :/Sejak jejakmu tiada berpaling /nostalgiamu sempat kunikmati/akankah kembali//.

Loading

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
Lihat semua komentar