Menggali Hikmah Cerpen: ”Robohnya Surau Kami” Sastra merupakan Gambaran Pengalaman(2)
Sastra merupakan gambaran pengalaman, baik pengalaman yang dialami sendiri maupun pengalaman orang lain. Kehadirannya pun bukan sekedar untuk dihadirkan. Akan tetapi seorang pengarang berusaha menghadirkan sejumlah hikmah untuk penikmatnya ( baca : pembacanya). Itu pulalah sebabnya, ketika kita berhadapan dengan sebuah karya sastra, cerpen misalnya, selalu saja kita terhanyut bahkan karena alur ceritanya menarik, kita pun terseret ke dalamnya setelah kita jumpai makna tersirat dari yang tersuratnya.
Sastra pun tidak hanya memiliki nilai, akan tetapi di dalamnya juga mempunyai sasaran atau tujuan buat penikmat (baca: pembaca). Begitulah sejatinya sebuah karya sastra seperti cerpen atau novel. Selalu menawarkan nilai sekaligus tujuan dan hikmah bagi pembacanya. Nah, kalau kita menelusuri makna tersirat dari tersuratnya Cerpen “ Robohnya Surau Kami”(RSK) karya Ali Akbar Navis di atas yang dijadikan judul artikel ini, pastilah kita terseret ke dalamnya. Pasalnya, di dalam cerpen tersebut tersaji sejumlah hikmah buat pembacanya.
Bagaimana tidak? Pengarang cerpen yang kelahiran Padang Sumatera Barat ini, pastilah sebelum mnghadirkan cerpen ini, beliau melakukan pengamatan lalu terjadilah penggelandangan imajinasi terkait dengan hasil pengamatannya. Maka hadirlah tokoh utamanya si “Sang Kakek dan Ajo Sidi dalam cerpennya berjudul “ Robohnya Surau Kami”. Kedua tokoh ini diberi wataknya yang berbeda untuk menuju terjadinya konflik maha dahsyat. Dari konflik inilah kita akan menggali hikmahnya untuk diaplikasikan dalam keseharian kita selama berada di bawah kolong langit ini.
Bagaimana isi singkatnya cerpen “ Robohnya Surau Kami” yang kalau diprint jumlahnya 8 halaman ini ? Berikut ini sadurannya yang diambil dari catatan Zaidan Hendy dalam Suplmen Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Peningkatan IMTAQ.
Di kota tempat kelhiranku ada sebuah surau atau langgar (tempat mengaji atau beribadah). Surau ini dijaga dan dirawat dengan baik oleh seorang Kakek. Kakek penjaga surau itu, sangat taat beribadah kepada Tuhan. Ia tidak bekerja untuk mencari nafkah, semata-mata melakukan ibadah atau menjaga surau. Biaya hidupnya didapat dari orang-orang yang bersedekah kepadanya.
Sekarang surau itu, tidak ada lagi karena telah roboh.Kakek penjaganya pun telah tiada, telah meninggal dunia karena merasa kecewa dan jengkel kepada Ajo Sidi. Sebelum Kakek meninggal dunia, sempat ia bercrita kepadaku dengan sedih dan air mata berlinang-linang.
Pada suatu hari, datang kepada Kakek seorang bernama Ajo Sidi mengatakan bahwa Kakek tidak perlu taat dan rajin beribadah kepada Tuhan, karena Tuhan tidak ingin dipuji maupun disembah. Kakek sangat marah dan kesal kepada Ajo Sidi. Namun Ajo Sidi tetap menceritakan kepada Kakek tentang orang-orang yang telah berpulang dan telah diadili oleh Tuhan.
Haji Soleh dan teman-temannya yang ketika hidupnya taat beribadah, setelah meninggal dunia, dimasukkan Tuhan ke neraka. Haji Soleh dan teman-temannya protes kepada Tuhan, bahwa dia dan teman-temannya ketika masih hidup taat beribadah, menyembah dan memuji Tuhan. Tuhan mengatakan kepada Haji Soleh bahwa ia (Tuhan), tidak ingin dipuji dan disembah. Yang Tuhan ridhoi adalah kerukunan antar-keluarga bangsa Indonesia yang mendiami bumi yang subur, kaya raya, dan penduduknya hidup sederhana, pemurah dan penderma. Menurut Ajo Sidi, malaikat mengatakan, bahwa Jika manusia hanya taat beribadah saja, itu tidak lain egois. Haji Soleh dan teman-temannya terdiam dan tidak berani menjawab.
Sejak mendengar cerita Ajo Sidi, si Kakek merasa seolah-olah dia sebagai orang yang terkutuk, kecewa, dan putus asa. Akhirnya Kakek bunuh diri. Surau tidak ada yang mengurus, tidak ada yang menjaga, dan tidak ada yang memeliharanya, akhirnya roboh.
Meskipun cerpen ini pertama kali terbit sdh cukup lama (1956), namun isinya masih tetap relevan hingga sekarang. Kekagumana kita hadir setelah kita mendengarkan percakapan menarik setelah Haji Saleh dimasukkan ke neraka. Dikisahkan bahwa H Saleh yang rajin ibadah berdemo kepada Allah karena dimasukkan ke neraka. Mereka tidak terima dimasukkan ke neraka, padahal waktu hidupnya hanya dihabiskan hanya untuk beribadah dan menyembah Allah semata.
Berikut penggalan cuplikannya:
‘Kalian di dunia tinggal di maja?’ Tanya Tuhan.
‘Kami adalah umat-Mu yang tinggal di Indonesia, Tuhanku.’O, di negeri yang tanahnya subur itu?’‘Ya, benarlah itu,Tuhanku.’‘Tanahnya yang mahakaya raya, penuh oleh logam, minyak, dan berbagai bahan tambang lainnya, bukan?’‘Benar. Benar. Benar. Tuhan Kami. Itulah negeri kami.’Mereka mulai menjawab serentak. Karena fajar kegembiraan telah membayang di wajahnya kembali. Dan yakinlah mereka sekarang, bahwa Tuhan telah silap menjatuhkan hukuman kepada mereka itu.
‘Di negeri di mana tanahnya begitu subur, hingga tanaman tumbuh tanpa di tanam?’
‘Benar. Benar. Benar. Itulah negeri kami.’‘Di negeri, di mana penduduknya sendiri melarat?’ ‘Ya. Ya. Ya. Itulah negeri kami.’
‘Negeri yang telah lama diperbudak oleh orang lain.’dan sterusnya.
Dari penggalan di atas, kepada kita diberitahu bahwa memang itulah fakta riil di negeri ini.Di sana-sini ada kepincangan serta kebopengan yang sulit ditutupi. Saling menjajah satu sama lain, dan ini dia, kepedulian terhadap kaum miskin, nyaris diulpakan. Sastrawan A.A. Navis berhasil dalam berdakwah tanpa perlu menyitir ayat2 dan hadist-hadist Kata-kata bermakna pesan langsung menusuk ke ulu hati, dan ke jantung warga bangsa ini. Iya, mestinya cerpen RSK karya A.A.Navis ini, harus dibaca oleh para pemimpin negeri ini,juga para ulama, dan para ustad, serta para cerdik cendekia, dan rakyat Indonesia. Bersambung
Baca Juga
Rekomendasi untuk kamu
(Penulis Oleh : Esha Wadahnia Nurfathonah) Budaya diperoleh manusia sebagai…
Oleh: RUDY RADIANSYAH Desa Kala, September 2021 Waktu itu,…
Sudah tak terhitung lagi, bearpa kali jumlah diskusi dan seminar…
Kisah-kasih dalam romantika hidup umat manusia di bawah kolong langit…