Anasir keterlibatan Soekarno dengan PKI dijelaskan sebagai siasat politik penggulingan kekuasaan orde lama oleh orde baru.
Milenial Diminta Tak Lupakan Sejarah dan Sebarkan Nilai Luhur Pancasila Melalui Medsos
Pemahaman komprehensif terkait 4 pilar kebangsaan memiliki urgensi tentang pentingnya Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika.
Khusus bagi para santri (milenial), di tengah arus gempuran disrupsi informasi dan arus modernisasi, internasilasi pemahaman 4 pilar kebangsaan menjadi makin penting.
Sebab, jika tidak secara konsisten dinarasikan, maka milenial akan menjadi eskponen yang rentan disusupi pemahaman radikalisme yang bisa merongrong disintegrasi bangsa.
Oleh karenanya, milenial diminta memanfaatkan perkembangan teknologi secara positif. Menggunakan teknologi saat ini untuk lebih memperkuat kecintaan dan pemahaman terhadap identitas bangsa.
“Milenial perlu terlibat aktif menyebarkan nilai-nilai luhur pancasila, tidak boleh pasif. Sosialisasi ini dilakukan sebagai ikhtiar mengokohkan pondasi tentang nilai luhur tersebut,” katanya.
Dalam penyampaiannya, Hakam juga memberikan apresiasi kepada peserta yang terlibat aktif dalam diskusi panel.
Ia memberikan sejumlah uang kepada peserta (baik santri maupun pengajar) yang aktif memberikan tanggapan maupun pertanyaans saat diskusi berlangsung.
Sementara itu, turut menjadi pembicara dalam sosialisasi ini, Dr Alfisahrin, yang merupakan Wakil Direktur III Politeknik Medica Farma Husada Mataram yang juga Dosen Fisipol dan Ilmu Komunikasi Universitas 45 Mataram.
Dalam paparannya, Dr Alfisahrin menyampaikan sejumlah urgensi dari sosialisasi 4 pilar kebangsaan.
Saat ini masyarakat Indonesia tengah berhadapan dengan kondisi atau tantangan global. Sosialisasi empat pilar kebangsaan, merupakan perintah dari Undang Undang No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3).
Setidaknya terdapat sejumlah alasan mengapa sosialisasi 4 pilar penting dilakukan.
Pertama karena masih lemahnya penghayatan dan pengamalan agama serta munculnya pemahaman agama yang keliru dan sempit.
“Seperti munculnya radikalisme yang melahirkan terorisme. Ini harus diantisipasi agar jangan sampai ada anggota masyarakat yang terpapar radikalisme dan terorisme,” jelasnya.
Kedua masih adanya pengabaian terhadap kepentingan daerah dan timbulnya fanatisme kedaerahan. Masih terjadi disparitas pembangunan pusat dan daerah.